Beberapa Pendekatan Pembelajaran
PENDEKATAN PEMBELAJARAN |
Pendekatan ekspositori yaitu suatu model pembelajaran yang menekankan pada acara guru, dan subyek berguru bersifat pasif, hanya mendapatkan saja dari guru. Pendekatan ini umumnya didominasi dengan metode ceramah. Sedangkan pendekatan inkuiri, merupakan model pembelajaran yang menekankan pada acara subyek belajar, sementara guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan pengelola yang memberi pengantar dengan peragaan secara singkat, yang selanjutnya subjek berguru secara aktif mencari dan menemukan sendiri apa yang sedang dipelajari (student oriented). Terkait dengan student oriented, sampaumur ini telah dikembangkan pembelajaran kontekstual (Contextual Learning), atau sering disebut dengan Contextual Teaching and Learning (CTL). Pembelajaran kontekstual ini merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat kekerabatan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran kontektual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan/dipelajari, dengan mengacu pada duduk kasus dunia nyata. Jadi, dalam hal ini tidak sekedar siswa aktif, tetapi siswa aktif dan menghubungkan dengan dunia nyata. Dengan demikian pembelajaran kontektual terjadi dalam kekerabatan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari.
======================================
======================================
Kedua pendekatan tersebut, baik ekspositori maupun inkuiri sama-sama mengandung prinsip keterlibatan subyek belajar, hanya kadarnya yang berbeda. Pada pendekatan ekspositori, keterlibatan subyek berguru sangat rendah, sebaliknya pada pendekatan inkuiri acara subyek berguru sangat tinggi. Ini artinya subyek berguru akan selalu menjadi titik perhatian dan fokus dalam kegiatan pembelajaran. Sudah tentu dalam memilih pendekatan ini perlu diubahsuaikan dengan tuntutan kurikulum dan perkembangan zaman. Atas dasar pemahaman ini maka ada beberapa jenis pendekatan pembelajaran lain, di samping ekspositori dan inkuiri. Joyce dan Weil mengemukakan ada empat jenis pendekatan pembelajaran, dua diantaranya yaitu pendekatan: informasi, dan interaksi sosial (Sudjana, 1989).
a. Pendekatan Informasi
Pendekatan warta menekankan pada upaya memperkuat dorongan internal subyek berguru untuk memahami dunia ini dengan menggali dan mengorganisasikan data atau informasi, mencicipi ada duduk kasus dan mengusahakan cara pemecahannya dengan menyebarkan kata-kata/bahasa untuk mengungkapkannya.
Yang termasuk jenis pendekatan warta ini adalah:
1) Pendekatan berpikir induktif
Pendekatan yang dirancang dengan tujuan untuk mendorong subyek berguru menemukan dan mengorganisasikan informasi, memperlihatkan simbol atau menamakan dari suatu kategori atau konsep, merumuskan dan menguji hipotesis, dan terakhir merekonstruksi kekerabatan antar data.
Langkah-langkah penggunaan pendekatan berpikir induktif ini, antara lain:
- indentifikasi dan pencatatan.
- pengelompokan dan tunjangan label
- membedakan antar kelompok
- menemukan kaitan antar kategori.
- menarik kesimpulan.
- memperhitungkan efek situasi.
2) Pendekatan latihan inkuiri
Pendekatan ini dirancang untuk melatih subyek berguru dalam penelitian ilmiah. Hal ini mendorong dan menyebarkan rasa ingin tahu bagi subyek belajar.
Langkah-langkahnya antara lain:
- menjelaskan proses inkuiri yang akan dilaksanakan
- menyajikan masalah, dengan latar belakang yang menjadikan masalah.
- merumuskan duduk kasus
- mengumpulkan data
- mengolah dan menganalisis data
- memberikan klarifikasi dan pembahasan
- menarik kesimpulan
3) Pendekatan pencapaian konsep.
Konsep yaitu abstraksi sekelompok benda atau fenomena yang mempunyai persamaan karakteristik. Ada konsep nyata ibarat gunung, pohon, meja dan lain-lain, ada juga konsep abnormal ibarat demokrasi, nasionalisme, birokrasi, fanatisme, dan lain-lain.
Pencapaian konsep yaitu proses kategorisasi antara satu konsep dengan konsep lain. Pendekatan pencapaian konsep bertujuan untuk menyebarkan kemampuan berpikir induktif, kemampuan menyebarkan analisis konsep, serta melatih kemampuan subyek berguru dalam proses kategori, sehingga meningkatkan keterampilan intelektual.
Langkah-langkah penerapannya:
- penyajian data dan klasifikasi
- penentuan label/konsep
- membuat definisi/pengertian wacana konsep tersebut.
- mencari dan membedakan/membandingkan dengan rujukan lain.
- memdiskusikan mekanisme pencapaian konsep.
4) Pendekatan pengembangan kognitif/intelektual.
Pendekatan ini didasarkan atas studi dan teori Piaget yang menjelaskan bahwa setiap anak itu mempunyai struktur mental dan perkembangan intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing anak. Menurut Piaget, tingkat-tingkat perkembangan intelektual anak sanggup diklasifikasikan sebagai berikut:
- sensori motor (0-2 tahun)
- pra-operasional (2-7 tahun)
- operasional kongkret (7-11 tahun)
- operasional formal (11 tahun keatas)
Perkembangan intelektual itu prosesnya dimulai dengan cara dari yang paling sederhana ibarat menyentuh, menyebut nama benda, hingga pembiasaan sebagai proses perubahan yang terjadi pada tiap individu sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 1988). Pendekatan ini bertujuan membantu guru merancang proses pembelajaran supaya sesuai dengan tingkat kematangan subyek belajar.
Langkah-langkah penerapannya:
- menyajikan suasana yang agak komplek, membingungkan.
- meminta tanggapan dari subyek belajar, beserta alasannya.
- menyajikan kegiatan lain yang berhubungan.
- mengkaji tanggapan yang diberikan oleh subyek belajar.
5) Pendekatan belajar bermakna.
Menurut Ausubel, pendekatan ini mempunyai kemampuan dalam memperkuat struktur kognitif subyek belajar. Tujuan dari pendekatan ini untuk menyebarkan dan meningkatkan efisiensi kemampuan mengolah informasi. Dengan demikian diperlukan sanggup membantu subyek berguru dalam menyebarkan kemampuan memahami warta supaya bermakna bagi dirinya. Dikatakan bermakna apabila subyek berguru bisa menghubungkan antara warta yang gres diterima dari mengikuti pelajaran dengan pengetahuan dan konsep yang sudah dimiliki (Ratna Wilis Dahar, 1989).
6) Pendekatan memory.
Pendekatan ini secara khusus berupaya memusatkan diri dalam menyebarkan kemampuan mengingat/menghafal pada diri subyek belajar. Tujuannya untuk meningkatkan daya ingat bagi subyek belajar.
b. Pendekatan Interaksi Sosial
Secara fitrah kehidupan masyarakat ditandai dengan saling berinteraksi dan saling bekerjasama. Karena itu pendekatan ini ada aspek saling berafiliasi dan kerja kelompok. Pendekatan ini menitikberatkan model simulasi atau situasi yang sebenarnya.
Tujuan pendekatan ini untuk menyebarkan kemampuan subyek berguru dalam berinteraksi dengan kelompok sosialnya, termasuk kelompok sosial di sekolah/kelas.
Ada beberapa pendekatan yang termasuk dalam pendekatan interaksi sosial:
1) Pendekatan pemeriksaan kelompok
Pendekatan ini dirancang untuk membimbing subjek berguru supaya merumuskan masalah, mengeksplorasi aneka macam pandangan/teori yang terkait dengan duduk kasus itu, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data. Untuk melakukan kegiatan ini guru mengorganisasikan subyek berguru secara kelompok. Tujuan pendekatan pemeriksaan kelompok ini, dalam rangka menyebarkan kemampuan berpartisipasi setiap subyek berguru di dalam kegiatan kelompok atau penelitian kelompok.
2) Pendekatan latihan laboratoris
Pendekatan ini dikembangkan oleh Benne, Gibb dan Bradford. Pendekatan ini akan memperlihatkan bahwa keberhasilan subyek berguru dalam proses pembelajaran dan aneka macam kegiatan tergantung pada tingkat pemahaman sosial, ketrampilan, dan kemampuan setiap orang untuk membuat suasana dimana perbedaan individu sanggup dihargai dan tugas-tugas bersama sanggup dikoordinasikan. Pendekatan ini cocok untuk menyebarkan suasana kerja dan kreativitas kelompok dalam menganalisis proses sosial, kesesuaian pekerjaan dan ketrampilan. Dengan demikian pendekatan ini lebih sesuai untuk pembelajaran orang dewasa.
3) Pendekatan penelitian yurispodensi
Tokoh yang menyebarkan pendekatan ini Oliver dan Shaver. Pada awalnya dikembangkan untuk subyek berguru tingkat SMP. Maksudnya untuk melatih kemampuan berpikir subyek berguru berdasarkan logika aturan dalam memecahkan masalah. Secara sederhana sanggup dikatakan pendekatan ini dalam rangka menyebarkan dan menerapkan studi kasus.
4) Pendekatan penelitian sosial
Pendekatan ini dikembangkan atas dasar pendekatan penelitian ilmiah yang diterapkan dalam bidang dan duduk kasus ilmu sosial.
c. Pendekatan Konstruktivisme
Di samping teori-teori tersebut, perlu juga dijelaskan wacana teori dan pendekatan konstruktivisme. Konstruktivisme yaitu salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu yaitu konstruksi (bentukan) kita sendiri. Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukan citra dari dunia kenyataan yang ada, tetapi pengetahuan selalu merupakan akhir dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.
Secara sederhana konstruktivisme itu beranggapan bahwa pengetahuan kita itu merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Dalam hal ini pengetahuan ataupun pengertian bukanlah fakta yang diperoleh oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari guru. Kaprikornus seseorang yang berguru itu membentuk pengertian. Bettencourt (1989) menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu wacana sesuatu (Paul Suparno, 1997).
Menurut pandangan dan teori konstruktivisme, berguru merupakan proses aktif dari si subyek berguru untuk merekonstruksi makna, sesuatu entah itu teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau materi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertianya menjadi berkembang.
Menurut teori konstruktivisme, berguru yaitu kegiatan yang aktif di mana si subyek berguru membangun sendiri pengetahuannya. Subyek berguru juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari.
Sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut, maka proses pembelajaran, bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke subyek belajar, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan subyek berguru merekonstruksi sendiri pengetahuannya. Pembelajaran yaitu bentuk partisipasi dan interaksi dengan subyek berguru dalam membentuk pengetahuan, dan membuat makna, mencari kejelasan dan memilih justifikasi. Prinsip utama berpikir lebih penting dari pada mempunyai tanggapan yang benar atas sesuatu. Karena itu pengajar/guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator untuk membantu optimalisasi berpikir sebagai manifestasi dari kegiatan berguru siswa, sehingga bisa merekonstruksi pengetahuan dan menemukan jati dirinya.
Kalau pendekatan konstruktivisme ini diterapkan dalam kelas, maka paling tidak ada empat ciri yang berkembang, yakni: (1) problematik, artinya di kelas ada permasalahan yang harus dipecahkan; (2) bersifat diskoveri dan inkuiri; siswa didorong menemukan; (3) memungkinkan sharing antarsiswa, serta (4) ada refleksi dan revisi, artinya sesudah dilakukan diskusi pemecahan masalah, pada bab selesai ada kesimpulan dan beberapa perubahan yang sekiranya gagasan dan hasil diskusi ada yang kurang tepat.